Hai Choco! beberapa pekan yang lalu aku mau menuliskan
ini. Bercerita soal pengalaman dan bagaimana kalau sorang perempuan baru
belajar untuk menjadi baik.
Sampai saat ini Choco, aku masih belum mau menggunakan
istilah akhwat untuk menyebutkan teman-temanku, ataupun ikhwan untuk teman yang
lain. Mau sorang yang berjibab besar, ataukah yang belum berjilbab, yang
bercelana ketat ataupun yang sudah memakai rok, aku tidak mau membedakan
istilah untuk mereka. Memang terkadang bila kita sudah terjun ke organisasi
keislaman, pasti ada islitah yang memang sudah familiar untuk kata ganti
perorangan: ikhwan dan akhwat. Kedua istilah itu jadi memiliki arti yang sempit
yang ditujukan untuk mereka yang memiliki penampilan tertutup dan yang tampak
alim. Sementara untuk teman-taman yang masih bercelana ataupun belum berjilbab
jarang sekali istilah akhwat melekat untuk mereka. Oh ya satu lagi Choco..
istilah itu lebih sering ku dengar di dalam forum saja. Dan.. aku khawatir hal
tersebut justru membuat orang-orang baik jadi tampak eksklusif dan berbeda
dengan yang lain. Kita sama kok, kecuali takwa kita kan Choco? (cieeeehh...
tumben serius). Menurutku, selagi panggilan itu baik sah-sah saja digunakan. Tapi
jika panggilan itu justru membuat orag jadi merasa lebih minder karena merasa
dibedakan, lebih baik jangan. Karena akhwat itu perempuan, dan ikhwan itu
selamanya tetap laki-laki. Tapi Choco, kalau aku dipanggil ikhwan, itu baru aku
enggan menerima, hahaha.
Pernah suatu saat aku berbincang dengan seorang mas-mas,
dan nggak sengaja si mas ini menanyakan temannya yang mungkin kebetulan aku tahu,
begini:
“Eh.. kamu kenal mbak Mawar*”
“Oh.. mbak Mawar* angatan 2007 po?”
“iya, yang orangnya itu berjilbab... belum jadi akhwat
sih”
“eh.... ??” (dalam hati bertanya-tanya, emang kayak apa
bentuk orang belum jadi akhwat?)
Yah, itu baru salah satu contoh saja bagaimana istilah
akhwat memiliki makna yang menyempit untuk seorang perempuan. Sebenarnya tidak
ada aturan bagaimana akhwat harus disebutkan khusus untuk mereka yang berjilbab
besar, rajin mengaji dan yang tampak alim dan begitu muslimah. Terkadang aku
juga kasihan Choco, jika ada perempuan yang secara sengaja memang sudah
bergelar akhwat karena kesehariannya bersama orang baik, sering diawasi sekali perilakunya. Maksud dari
diawasi, orang-orang jadi lebih perhatian bila si akhwat ini memiliki sikap
yang tidak seharusnya. Seperti cerita temanku yang baru saja bercerita tentang
ke-sangsiannya karena ditegur oleh teman laki-laki.
Ceritanya begini Choco, temanku ini tidak sengaja
melewati temenku yang lain. Tiba-tiba dia menghampiri duduk disampingku. Dengan
nafas yang masih terengal-engal wajahnya tampak tidak enak. Dia bercerita bahwa
baru saja dia diperingati oleh salah satu teman kami. Temanku ini baru
diperingatkn karena pada hari itu dia menggumakan celana. Yang disayangkan yang
memperingatkn adalah teman laki-laki. Aku tahu, pasti itu adalah yang yang
sangat tidak mengenakan sekali. Hal seperti itu justru teman-teman laki-laki
yang yang memperingatkan secara langsung. Temanku ini bercerita tentang ketidak
enakannya.
“Tul, aku enggak suka kalau begitu cara ngingetinnya. Yah
aku tahu, aku masih belajar. Tapi kalau begitu caranya aku beneran enggak suka”
Yang bisa kuambil dari hal ini ternyata Choco, diam-diam
laki-laki itu lebih peka atau perhatian pada perubahan temannya. Sebenarnya aku
juga tidak enak, kenapa bukan aku yang mengingatkan temanku. Justru teman yang
lain, bahkan seorang laki-laki yang harus memberi tahu tentang pakaian yang
sehari-hari kami gunakan.
Pribadi orang itu siapa yang tahu Choco, sering aku
bercerita dengan teman-teman tentang bagaiman kami belajar untu menjadi oarng
yang labih baik. Mulai menggunakan baju yang lebih layak dan tertutup, bagaiman
kami harus menjaga pandangan, bagaimana kami merasa tidak enak ketika dibonceng
laki-laki dalam keadaan darurat, atau akhirya kami membicarakan bagaiman
seharusnya kami bersikap dihadapan seorang laki-laki. Semua itu proses belajar.
Kami semua tahu tentang itu. Tapi di sisi lain, ternyata ada kalanya kami diperingatkan
begitu keras yang akhirnya membuat tafsiran lain untuk kami tidak suka terhadap
peringatan tersebut. Menurutu Choco, orang yang memperingatkan temanku untuk
menggunakan rok lagi, baik. Namun bila caranya salah justru membuat orang
smakin jauh. Karena Choco... suatu kebaikan tidak selamanya dapat diteima
secara baik juga.
Kebanyakan kisah yang pernah ku dengar, teman-teman yang
sedang belajar justru sangsi ketika diperingatkan begitu frontal. Hal yang kontras
pernah kutemui saat aku tidak sengaja mendengarkan kumpukan kakak-kakak
perempuan bercerita tentang hal ini juga. Kami sedang di mushola kampus, aku
duduk di sudut mushola sedang menyelesaikan lapoan. Yang kulihat diantara
mereka ada sekitar 3 orang. Yang dua orang berpakaian labar, menggunakan rok
dan berjilbab besar, bisa dikatakan sebagai akhwat. Dan yang satunya masih
menggunakan celana dengan baju berompi dengan jilbab yang tidak begitu lebar. Mereka
saling bercerita tentang pengalaman mereka. Kakak perempuan yang beda tidak
menggunakan rok ini bercerita tetang kesangsiannya. Oh ya Choco, ternyata mbak
yang bercelana ini juga aktif mengaji. Dia bercerita bahwa dia merasa tidak
senang saat di peringatkan begitu keras oleh guru ngajinya. Dia berkisah saat
itu ia memang menggunakan pakiana yang apa adanya sperti sekarang ia kenakan. Saat
selesai bercerita, salah satu temannya hanya menanggapi,
“Sebenernya kalau kita udah punya niat baik untuk berubah
itu udah bagus...” ah, serasa hujan di tengah kemarau.
Pada intinya, semua orang itu ingin menjadi baik. Meski kebaikan
itu masih menjasi cita-cita yang belum tercermin dalam dirinya. Niat yang baik
itu sangat baik bila teman-teman yang paham mampu menuntunnya sedikit lagi.
Oh ya Choco,.. aku ini juga masih labil. Bila dijajarkan
dengan teman-teman yang sudah paham aku belum mampu. Di rumahpun aku masih
mengguanakan celana training olah raga jaman SMA. Aku masih sering mendengarkan
lagu-lagu macam Simple Plan ataupun AX7.
Tapi aku senang bila duduk berjajar dengan teman-teman yang
soleh-solehah. Apakah itu salah? Semoga Allah selalu menjaga niat baik
orang-orang sepertiku, dan suatu saat nanti aku dapat menjadi pribadiyang lebih
baik lagi. Amiin...
*bukan nama sebearnya, hehehe
sumber gambar:
http://guakampungan.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar